Proses pendidikan adalah proses
perkembangan yang bertujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara alamiah
adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang paling alamiah adalah tumbuh
menuju tingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan dapat terwujud apabila
prakondisi alamiah dan sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk
perkembangan tersebut, misalnya iklim, makanan, kesehatan, dan keamanan,
relatif sesuai dengan kebutuhan manusia.
Filsafat dapat dipergunakan untuk
memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, dimana pendidikan merupakan
salah satu dari aspek kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang dapat
melaksanakan dan menerima pendidikan. Oleh karena itu pendidikan memerlukan
filsafat. Karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan
pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan uncul
masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, dan lebih kompleks, yang tidak
terbatasi oleh pengalmaan maupun fakta faktual, dan tidak memungkinkan untuk
dijangkau oleh ilmu. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai
pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat dan filsafat pendidikan.
Seorang guru perlu memahami dan tidak buta terhadap filsafat pendidikan, karena
tujuan pendidikan selalu berhubungan langsung dengan tujuan kehidupan individu
dan masyarakat penyelenggara pendidikan. Hubungan antar filsafat dengan
pendidikan adalah, filsafat menelaah suatu realitas dengan luas dan menyeluruh,
sesuai dengan karakteristik filsafat yang radikal, sistematis, dan menyeluruh.
Pendidikan adalah pelaksanaan
dari ide-ide filsafat. Dengan kata lain filsafat memberikan asas kepastian bagi
nilai peranan pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas penyelengaraan
pendidikan. Jadi peranan filsafat pendidikan merupakan sumber pendorong adanya
pendidikan. Dalam bentuk yang lebih terperinci lagi, filsafat pendidikan
menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan. Pendidikan merupakan usaha untuk
merealisasikan ide-ide ideal dari filsafat menjadi kenyataan, tindakan, tingkah
laku, dan pembentukan kepribadian.
Tujuan pendidikan seharusnya
adalah mengenal Allah SWT. Semakin kenal seseorang terhadap Allah SWT, maka
orang tersebut akan semakin menyadari ‘kehadiran’-Nya dalam setiap keadaan,
sehingga terlindungi dari sifat curang, mulai dari yang kecil sampai dengan
yang besar. Kedekatan dengan khaliq juga berdampak kepada semakin hebatnya daya
manfaat seseorang kepada lingkungannya, karena ilmu-Nya akan mengalir deras
kepada yang bersangkutan. Sekarang ini pendidikan terlalu diarahkan ke
tujuan-tujuan yang sifatnya duniawi, jauh dari tujuan untuk mengenal Allah SWT.
Manifestasi tujuan duniawi
dapat kita lihat pada tujuan pendek pendidikan kita yang berorientasi pada
nilai akademik semata (nilai) akademik pun hanya untuk mengukur kekuatan
menghafal), sedangkan tujuan akhirnya adalah uang dan status sosial. Kesalahan
tujuan jangka pendek pendidikan berakibat pada pendidikan yang berbasis kepada
kurikulum semata dan semakin menafikkan peran guru. Ketika hal ini terjadi,
guru hanya berperan sebatas sebagai pengajar (yang hanya mengajarkan
materi-materi pelajaran), tidak sebagai pendidik (selain memberikan materi
pelajaran, tapi juga nilai-nilai lain, seperti etika, akhlak, ruh ilmu yang
diajarkan dll). Ini disebabkan kebijakan pemerintah yang lebih berminat
mengalokasikan dana untuk pembuatan buku-buku kurikulum yang tebal-tebal
(sehingga dapat dikorup), ketimbang memperbaiki kesejahteraan para guru.
Dampak ke siswa adalah mereka
berorientasi sebatas pada materi pelajaran akademik (yang berbasis kepada
memorizing itu), sehingga tidak heran kita temui para siswa kita tidak
sungkan-sungkan untuk mencontek ketika ujian atau doyan tawuran atau hidup
secara hedonistik atau menjadi para pembangkang. Hal tersebut disebabkan tidak bersemainya
nilai-nilai etika dan akhlaq pada lubuk hati mereka. Cahaya Tuhan tidak
menyinari hati mereka, disebabkan para guru tidak dapat menjadi agen ilmu-Nya
dengan baik; ilmu sebatas tertulis secara kering di kertas, tidak pernah
menyinari para siswa (bahkan mungkin para gurunya sendiri).
Kesalahan tujuan jangka
panjang pendidikan berakibat pada sifat tamak para siswa. Bagi yang mengejar
uang, maka mereka terkondisi sebagai koruptor-koruptor ulung, jika bekerja di
pemerintahan, dan menjadi para kapitalis yang tidak berhati nurani, jika berada
di swasta. Bagi yang mengejar status sosial, misalnya dalam dunia sains dan
teknologi, mereka tidak sungkan-sungkan melakukan kecurangan-kecurangan demi prestasi
yang berakibat pada status sosial. Hal-hal tersebut sebagai akumulasi akibat
pendidikan yang tidak berupaya menghadirkan Allah SWT. Output pendidikan
sekuler menghasilkan para manusia yang tidak mengenal etika, akhlaq dan cahaya
ilmu, sehingga mereka berbuat kerusakan, baik skala kecil atau pun besar.
Seseorang disekolahkan oleh
orang tuanya tentu agar menjadi seseorang yang cerdas dan berperilaku baik. Itu
adalah tujuan diadakannya pendidikan di negara indonesia, yaitu Taqwa, Cerdas
dan Terampil. Dengan tujuan ini sudah seharusnyanya seseorang yang telah
memasuki dunia pendidikan harus berbeda dengan orang yang belum pernah
mengenyam pendidikan. Perbedaan itu tentu harus terlihat dari ketaqwaan,
kecerdasan dan ketrampilannya. Manakala tidak ada perbedaan apalah artinya
pendidikan baginya.
Semakin tinggi pendidikan
seseorang, dari sisi ketaqwaan maka dia harus lebih bertaqwa. Mengapa? Karena
semakin tinggi pendidikan berarti dia semakin tau tentang hal yang baik dan
yang buruk, mana yang jahat dan tidak jahat. Kalau dia tidak semakin taqwa, dia
pasti akan menjadi seseorang yang sombong, angkuh karena telah mampu mengenyam
pendidikan yang tinggi. Dari sisi perasaan seseorang yang berpendidikan tinggi
pasti lebih egois dan kurang menghargai perasaan orang lain jika tujuan taqwa
ini tidak ada padanya. Karena dengan peningkatan ketaqwaan ini seseorang akan
lebih santun, berakhlak mulia dan dapat menghargai perasaan sesama, tentunya
dengan pengetahuan yang dia miliki.
Kemudian seseorang yang
berpendidikan pasti menjadi lebih cerdas. Ini menjadi tujuan utama orang tua
memasukkan anaknya untuk masuk dunia pendidikan. Terkadang orang tua lupa bahwa
ketaqwaan adalah modal utama untuk hidup (sisi rohani). Orang yang cerdas tidak
bertaqwa dia akan menjadikan kecerdasannya untuk mengbohongi orang lain, dan
hal negatif lainnya. Oleh karena itu hendaknya tujuan pendidikan lebih ditekankan
pada mengenal Allah SWT, bukan diarahkan ke tujuan-tujuan yang sifatnya
duniawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar