Sabtu, 17 Desember 2016

Pentingnya Filsafat Bagi Tujuan Pendidikan



Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara alamiah adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang paling alamiah adalah tumbuh menuju tingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan dapat terwujud apabila prakondisi alamiah dan sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk perkembangan tersebut, misalnya iklim, makanan, kesehatan, dan keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia. 

Filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, dimana pendidikan merupakan salah satu dari aspek kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan dan menerima pendidikan. Oleh karena itu pendidikan memerlukan filsafat. Karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan uncul masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, dan lebih kompleks, yang tidak terbatasi oleh pengalmaan maupun fakta faktual, dan tidak memungkinkan untuk dijangkau oleh ilmu. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat dan filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan selalu berhubungan langsung dengan tujuan kehidupan individu dan masyarakat penyelenggara pendidikan. Hubungan antar filsafat dengan pendidikan adalah, filsafat menelaah suatu realitas dengan luas dan menyeluruh, sesuai dengan karakteristik filsafat yang radikal, sistematis, dan menyeluruh.

Pendidikan adalah pelaksanaan dari ide-ide filsafat. Dengan kata lain filsafat memberikan asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas penyelengaraan pendidikan. Jadi peranan filsafat pendidikan merupakan sumber pendorong adanya pendidikan. Dalam bentuk yang lebih terperinci lagi, filsafat pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan. Pendidikan merupakan usaha untuk merealisasikan ide-ide ideal dari filsafat menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku, dan pembentukan kepribadian.

Tujuan pendidikan seharusnya adalah mengenal Allah SWT. Semakin kenal seseorang terhadap Allah SWT, maka orang tersebut akan semakin menyadari ‘kehadiran’-Nya dalam setiap keadaan, sehingga terlindungi dari sifat curang, mulai dari yang kecil sampai dengan yang besar. Kedekatan dengan khaliq juga berdampak kepada semakin hebatnya daya manfaat seseorang kepada lingkungannya, karena ilmu-Nya akan mengalir deras kepada yang bersangkutan. Sekarang ini pendidikan terlalu diarahkan ke tujuan-tujuan yang sifatnya duniawi, jauh dari tujuan untuk mengenal Allah SWT. 

Manifestasi tujuan duniawi dapat kita lihat pada tujuan pendek pendidikan kita yang berorientasi pada nilai akademik semata (nilai) akademik pun hanya untuk mengukur kekuatan menghafal), sedangkan tujuan akhirnya adalah uang dan status sosial. Kesalahan tujuan jangka pendek pendidikan berakibat pada pendidikan yang berbasis kepada kurikulum semata dan semakin menafikkan peran guru. Ketika hal ini terjadi, guru hanya berperan sebatas sebagai pengajar (yang hanya mengajarkan materi-materi pelajaran), tidak sebagai pendidik (selain memberikan materi pelajaran, tapi juga nilai-nilai lain, seperti etika, akhlak, ruh ilmu yang diajarkan dll). Ini disebabkan kebijakan pemerintah yang lebih berminat mengalokasikan dana untuk pembuatan buku-buku kurikulum yang tebal-tebal (sehingga dapat dikorup), ketimbang memperbaiki kesejahteraan para guru.
Dampak ke siswa adalah mereka berorientasi sebatas pada materi pelajaran akademik (yang berbasis kepada memorizing itu), sehingga tidak heran kita temui para siswa kita tidak sungkan-sungkan untuk mencontek ketika ujian atau doyan tawuran atau hidup secara hedonistik atau menjadi para pembangkang. Hal tersebut disebabkan tidak bersemainya nilai-nilai etika dan akhlaq pada lubuk hati mereka. Cahaya Tuhan tidak menyinari hati mereka, disebabkan para guru tidak dapat menjadi agen ilmu-Nya dengan baik; ilmu sebatas tertulis secara kering di kertas, tidak pernah menyinari para siswa (bahkan mungkin para gurunya sendiri).
Kesalahan tujuan jangka panjang pendidikan berakibat pada sifat tamak para siswa. Bagi yang mengejar uang, maka mereka terkondisi sebagai koruptor-koruptor ulung, jika bekerja di pemerintahan, dan menjadi para kapitalis yang tidak berhati nurani, jika berada di swasta. Bagi yang mengejar status sosial, misalnya dalam dunia sains dan teknologi, mereka tidak sungkan-sungkan melakukan kecurangan-kecurangan demi prestasi yang berakibat pada status sosial. Hal-hal tersebut sebagai akumulasi akibat pendidikan yang tidak berupaya menghadirkan Allah SWT. Output pendidikan sekuler menghasilkan para manusia yang tidak mengenal etika, akhlaq dan cahaya ilmu, sehingga mereka berbuat kerusakan, baik skala kecil atau pun besar.

Seseorang disekolahkan oleh orang tuanya tentu agar menjadi seseorang yang cerdas dan berperilaku baik. Itu adalah tujuan diadakannya pendidikan di negara indonesia, yaitu Taqwa, Cerdas dan Terampil. Dengan tujuan ini sudah seharusnyanya seseorang yang telah memasuki dunia pendidikan harus berbeda dengan orang yang belum pernah mengenyam pendidikan. Perbedaan itu tentu harus terlihat dari ketaqwaan, kecerdasan dan ketrampilannya. Manakala tidak ada perbedaan apalah artinya pendidikan baginya. 

Semakin tinggi pendidikan seseorang, dari sisi ketaqwaan maka dia harus lebih bertaqwa. Mengapa? Karena semakin tinggi pendidikan berarti dia semakin tau tentang hal yang baik dan yang buruk, mana yang jahat dan tidak jahat. Kalau dia tidak semakin taqwa, dia pasti akan menjadi seseorang yang sombong, angkuh karena telah mampu mengenyam pendidikan yang tinggi. Dari sisi perasaan seseorang yang berpendidikan tinggi pasti lebih egois dan kurang menghargai perasaan orang lain jika tujuan taqwa ini tidak ada padanya. Karena dengan peningkatan ketaqwaan ini seseorang akan lebih santun, berakhlak mulia dan dapat menghargai perasaan sesama, tentunya dengan pengetahuan yang dia miliki.
Kemudian seseorang yang berpendidikan pasti menjadi lebih cerdas. Ini menjadi tujuan utama orang tua memasukkan anaknya untuk masuk dunia pendidikan. Terkadang orang tua lupa bahwa ketaqwaan adalah modal utama untuk hidup (sisi rohani). Orang yang cerdas tidak bertaqwa dia akan menjadikan kecerdasannya untuk mengbohongi orang lain, dan hal negatif lainnya. Oleh karena itu hendaknya tujuan pendidikan lebih ditekankan pada mengenal Allah SWT, bukan diarahkan ke tujuan-tujuan yang sifatnya duniawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar