Begitu
dekat hubungan antara sains dan filsafat sehingga beberapa ilmu pengetahuan
tertentu, khususnya cabang-cabang yang lebih umum, seperti matematika, fisika,
kimia, biologi dan psikologi sangat diperlukan oleh mahasiswa filsafat. Sesungguhnya
perluasan yang terjadi pada sains ini membuat kesusahan bagi para filsuf untuk
menguasainya. Filsafat saat ini cenderung langsung menganalisa secara kritis
konsep-konsep dan mempelajari berbagai makna dan nilai. Arti filsafat tidak
lebih sebagai studi logis dan humanistis atas berbagai hal. Bagaimanapun juga
filsuf yang ideal mesti menguasai sebanyak-banyaknya sains khusus. Sains
merupakan suatu metode berpikir secara objektif. Tujuannya, menggambarkan dan memberi
makna pada dunia yang faktual. Sains adalah gambaran yang lengkap dan konsisten
tentang berbagai fakta pengalaman dalam suatu hubungan yang mungkin paling
sederhana. Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan
pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan
dan menjelaskan fenomena–fenomena yang terjadi di alam.
Sejarah
perkembangan sains menunjukkan bahwa sains berasal dari penggabungan dua
tradisi, yaitu tradisi pemikiran filsafat yang dimulai oleh bangsa Yunani kuno
serta tradisi keahlian atau keterampilan tangan yang berkembang di awal
peradaban manusia yang telah ada jauh sebelum tradisi pertama lahir. Filsafat
memberikan sumbangan berbagai konsep dan ide terhadap sains sedangkan keahlian
tangan memberinya berbagai alat untuk pengamatan alam. Sains modern bisa lahir
dari perumusan metode ilmiah yang disumbangkan Rene Descartes yang menyodorkan
logika rasional dan deduksi oleh Francis Bacon yang menekankan pentingnya
eksperimen dan observasi.
Sumbangan
konsep dan ide dalam sains terbukti telah banyak mengubah pandangan manusia
terhadap alam sekitarnya. Contoh yang paling terkenal adalah teori relativitas
dari Albert Einstein. Teori relativitas umum ini misalnya telah mengubah
pandangan orang secara drastis akan sifat kepastian waktu serta sifat massa
yang dianggap tetap.
Pada
zaman ini, di barat filsafat khususnya metafisika dianggap bukanlah sebagai
sains. Sebagaimana yang dikatakan August Comte, bahwa filsafat dalam bentuk
metafisika adalah fase kedua dalam perkembangan manusia, setelah agama yang
disebut sebagai fase pertamanya. Adapun yang disebut dengan fase ketiga atau
fase yang paling modern dalam perkembangan manusia adalah sains yang bersifat
positivistik (yang dapat dilihat oleh indra lahir manusia) daan karena sains merupakan
perkembangan terakhir fase ketiga maka manusia modern harus meninggalkan
fase-fase sebelumnya yang dianggap sudah kuno seperti fase agama, teologis dan
metafisika filosofis jika ingin tetap bisa dikatakan sebagai manusia modern.
Berbeda
dengan apa yang terjadi di barat, dalam tradisi ilmiah Islam filsafat tetap
dipertahankan hingga kini dalam posisi ilmiahnya yang tinggi sebagai sumber
atau basis bagi ilmu-ilmu umum yang biasa kita sebut sebagai sains, yakni
cabang-cabang ilmu yang berkaitan dengan dunia empiris, dunia fisik. Dalam
tradisi Islam, Filsafat adalah induk dari semua ilmu yang menelaah ilmu
rasional (aqliyyah) seperti metafisika, fisika dan matematika. Adapun sains
dalam tradisi ilmiah Islam adalah termasuk kedalam kelompok ilmu rasional dibawah
ilmu-ilmu fisik, sehingga mau tidak mau sains harus tetap menginduk kepada
filsafat, khususnya kepada metafisika filsafat. Alih-alih sains dikatakan
terlepas dari filsafat sebagaimana yang disinyalir oleh August Comte, filsafat
justru dipandang sebagai induk dari sains.
Selain
sebagai basis metafisik ilmu (sains), filsafat juga bisa dijadikan sebagai
basis moral bagi ilmu dengan alasan bahwa tujuan menuntut ilmu dari sudut
aksiologis adalah untuk memperoleh kebahagiaan bagi siapa saja yang menuntutnya.
Filsafat, khususnya Metafisika adalah ilmu yang mempelajari sebab pertama atau
Tuhan, yang menempati derajat tertinggi dari objek ilmu. Oleh karena itu sudah
semestinyalah jika metafisika dijadikan basis etis peneletian ilmiah karena
ilmu ini akan memberikan kebahagiaan kepada siapa saja yang mengkajinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar