Setiap
individu memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Meski bersekolah di sekolah yang
sama dan duduk di kelas yang sama, gaya belajar setiap anak tidak pernah sama.
Perbedaan itu bahkan ada pada anak-anak satu keluarga, seperti adik berbeda
dengan kakak, atau saudara kembar
sekalipun.
Gaya
belajar seseorang juga mempegaruhi pencapaian hasil belajarnya. Belajar tanpa
memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis, dan ilmu kesehatan,
akan meperoleh hasil yang kurang memuaskan (Dalyono:2005,57).
Contohnya
saat mengikuti pelajaran di kelas, ada murid yang begitu tekun menyimak meski
si guru menyampaikan materi pelajaran tak ubahnya seperti ceramah selama
berjam-jam. Ada yang terkesan seperti memperhatikan sepintas, meski sebetulnya
mereka membuat catatan-catatan kecil di bukunya. Namun jangan ditanya berapa
anak yang merasa bosan dengan pendekatan belajar yang menempatkan murid sebagai
pendengar setia.
Tidak
hanya itu, ada anak yang harus menyendiri dan tutup pintu kamar rapat-rapat
supaya bisa berkonsentrasi belajar. Akan tetapi cukup banyak yang mengaku
justru terbuka pikirannya bila belajar sambil mendengar musik. Sementara
sebagian lainnya merasa perlu mengubah materi pelajaran menjadi komik atau
coret-coret yang mudah dibaca.
Apapun
gaya belajar yang dipilih pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu agar
yang bersangkutan dapat menangkap materi pelajaran sebaik-baiknya dan mendapat
hasil optimal. Bukankah masing-masing pelajaran juga disampaikan oleh orang
yang berbeda dengan karakter mengajar yang berbeda pula.
Oleh
karena itu, peran orangtua dalam mengamati gaya belajar anak-anaknya adalah hal
yang sangat penting. Buktinya, ketidakpahaman orang tua dan guru terhadap gaya
belajar anak kerap menimbulkan kesalahapahaman. Ada guru yang tidak senang
melihat anak muridnya asyik membuat coretan-coretan saat di kelas. Atau ada
guru yang langsung menegur anak yang terlihat tak bisa diam saat belajar.
Padahal, perilaku membuat coretan saat belajar bukan berarti enggan belajar.
Bisa jadi, ia justru tengah berusaha menangkap materi pelajaran lewat
coretannya tadi.
Menurut
Uno (2008:181), ada beberapa tipe belajar yang bisa kita cermati dan mungkin
kita ikuti apabila memang merasa cocok dengan gaya itu.
1. Visual Lerner
Gaya
belajar visual (visual learner) menitikberatkan ketajaman penglihatan. Artinya,
bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar si anak paham.
Ciri-ciri anak yang memiliki gaya belajar visual adalah kebutuhan yang tinggi
untuk melihat dan menangkap informasi secara visual sebelum ia memahami.
Konkretnya
yang bersangkutan lebih mudah menangkap pelajaran lewat materi bergambar.
Selain itu, ia memiliki kepekaan terhadap warna, di samping mempunyai pemahaman
yang cukup terhadap masalah artistik. Hanya saja biasanya ia memiliki kendala
untuk berdialog langsung karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit
mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau
ucapan.
Untuk
mendukung gaya belajar ini, ada beberapa pendekatan yang dapat dipakai.
Caranya, gunakan beragam grafis untuk menyampaikan informasi atau materi
pelajaran. Perangkat grafis tersebut dapat berupa fil, slide, ilustrasi,
coretan atau kartu-kartu gambar berseri yang dapat dimanfaatkan untuk
menjelaskan suatu informasi secara berurutan.
2. Auditory Learner
Gaya belajar ini
mengandalakan pendengaran untuk dapat memahami sekaligus mengingatnya.
Karakteristik model belajar ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai
alat utama untuk menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, untuk dapat
mengingat dan memahami informasi tertentu, yang bersangkutan haruslah
mendengarnya terlebih dahulu. Mereka yang memiliki gaya belajar ini umumnya
susah menyerap secara langsung informasi tertulis, selain memiliki kesulitan
menulis atau membaca.
Untuk membantu anak-anak
seperti ini, orangtua dapat membekali anaknya dengan tape untuk merekam semua materi yang diajarkan di sekolah. Selain
itu, keterlibatan anak dalam diskusi juga sangat cocok untuk anak seperti ini.
Bantuan lain yang dapat diberikan adalah mencoba membacakan informasi, kemudian
meringkasnya dalam bentuk lisan dan direkam untuk selanjutnya diperdengarkan
dan dipahami. Langkah terakhir adalah melakukan interview secara verbal dengan
teman atau pengajar.
3. Kinesthetic/Tactual Learners
Gaya belajar ini
mengaharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan
informasi tertentu agar dapat mengingatnya. Tentu saja ada beberapa
karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang dapat
melakukannya.
Karakter pertama adalah
menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar dapat terus
mengingatnya. Hanya dengan memeganya saja seseorang yang memiliki gaya belajar
ini dapat menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.
Karakter berikutnya
dicontohkan sebagai orang yang tak tahan duduk berlama-lama mendengarkan
penyampaian pelajaran. Tak heran bila
individu yang memiliki gaya belajar seperti ini merasa bisa belajar lebih baik
bila prosesnya disertai dengan kegiatan fisik.
Kelebihannya, mereka
memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan
mengendalikan gerak tubuh (athletic
ability). Tak jarang, orang yang cenderung memiliki karakter ini lebih
mudah menyerap informasi dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk kemudian
belajar mengucapkannya atau memahami fakta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar