Bahasa memegang peranan penting dan suatu
hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat
manusia jarang memperhatikan bahasa dan menganggapnya sebagai suatu hal yang
biasa, seperti bernafas dan berjalan. Menurut Ernest Cassirer, sebagaimana yang
dikutip oleh Jujun, bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuan
berpikir melainkan terletak pada kemampuan berbahasa (Jujun S. Suriasumantri
dalam bakhtiar, 2010:175). Berpikir sebagai proses berkerjanya akal dalam
menelaah sesuatu merupakan ciri hakiki manusia. Hasil kerjanya dinyatakan dalam
bentuk bahasa. Bahasa adalah suatu simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang
dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat berkomunikasi (Bloch dan trager
dalam buku bakhtiar 2004:176).
Bahasa bukan saja merupakan property yang
ada pada diri manusia yang dikaji sepihak oleh para ahli bahasa, tetapi bahasa
juga alat komunikasi antar persona. Komunikasi selalu diiringi oleh
interpretasi yang didalamnya terkandung makna. Dari sudut wacana, makna tidak
pernah bersifat absolute, selalu ditentukan oleh berbagai konteks yang selalu
mengacu pada tanda-tanda kehidupan manusia yang didalamnya ada budaya. Karena
itu bahasa tidak pernah lepas dari konteks budaya dan keberadaannya selalu
dibayangi oleh budaya.
Dalam analisis semantik, Abdul Chaer
mengatakan bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya akan
berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa
lain. Umpamanya kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk kepada jenis binatang
yang hidup dalam bahasa Inggris sepadan dengan Fish; dalam bahasa banjar
disebut iwak. Namun, kata iwak dalam bahasa Jawa bukan berarti ikan atau fish,
melainkan daging yang digunakn sebagai lauk (teman makan nasi). Malah semua
lauk seperti tahu dan tempe sering juga disebut iwak.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Semua ini
karena bahasa itu adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan
dari masyarakat bahasa yang bersangkutan. Dalam budaya masyarakat Inggris yang
tidak mengenal nasi sebagai makanan pokok, hanya ada kata rice untuk menyatakan
nasi, beras, gabah dan padi. Karena itu, kata rice pada konteks tertentu
berarti nasi pada konteks lain bearti gabah, padi atau beras pada konteks lain
pula. Lalu karena makan nasi bukan merupakan kebudayaan Inggris, maka dalam
bahasa Inggris dan juga bahasa lain yang masyarakatnya tidak berbudaya makan
nasi tidak ada yang menyatakan lauk atau iwak (bahasa Jawa). Contoh lain dalam
budaya Inggris pembedaan kata saudara (orang yang lahir dari rahim yang sama)
berdasarkan jenis kelamin; brother and sister. Padahal budaya Indonesia
membedakan berdasarkan usia, yang lebih tua disebut kakak dan yang lebih muda
disebut adik. Maka itu brother dan sister dalam bahasa Inggris bisa berarti
kakak dan bisa juga adik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar