Dialog merupakan inti dari proses pendidikan transformative,
radikal, kritis, pembebasan, praksis, dan hadap masalah. Pendidikan memiliki
siafat yang tetap, yaitu pencarian terus menerus, maka dari itu pendidikan
harus dialogis, karena dialog adalah kebutuhan eksistensial manusia untuk
senantiasa melakukan pencarian, tanpa dialog maka manusia tereduksi menjadi
benda. Dialog diibaratkan sebagai sebuah kekuatan manusia yang mampu membantu
merubah struktur sosial penindasan kearah struktur sosial humanisasi.
Dialog merupakan praktek yang
asasi untuk kodrat manusia, demikian pula dengan pendidikan adalah kodratnya
manusia. Pendidikan dapat dipandang sebagai dialog yang merupakan fenomena
manusiawi, esensinya adalah : The word. Tetapi kata adalah lebih dari sekedar
alat yang membuat dialog menjadi mungkin; olrh karena itu, kita harus mencari
unsur-unsur pembentuknya. Dlam “kata” kita menemukan dua dimensi, yaitu
refleksi dan aksi, dalam suatu interaksi yang sangat mendasar hingga bila salah
satunya dikorbankan meskipun itu hanya sebagian yang lainnya akan langsung
merugi. Tidak ada kata sejati yang pada saat bersamaan juga tidak ada merupakan
senuah praksis. Dengan demikian, mengucapkan kata sejati mentransformasi dunia.
Sebuah
kata yang otentik adalah kata yang mampu mentransformasikan realitas,
dihasilkan ketika dikotomi tidak diberlakukan atas unsur-unsur pembentuknya. Dialog
banyak ditujukan untuk menggerakkan masyarakat yang masih memilki kesadran
naif, magis, atau fanatic, menuju kesadaran kritis, memfasilitasi mereka untuk
dapat mengintervensi proses historisnya. Caranya:
a)
Dengan metode aktif, dialogis,
menstimulasi-kritisisme dan kritis
b)
Dengan isi program pendidikan yang dinamis
c)
Dengan penggunaan teknik-teknik seperti
“penguraian” tematik dan “kodifikasi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar