Secara
etimologi kata ‘budaya’ berasal dari bahasa sansekerta yakni budi dan daya.
Budi yang berarti akal dan daya yang berarti kehendak, atau kemampuan. Kata
budaya sering juga disebut Culture. Kata
‘culture’ secara etimologis berasal dari bahasa latin. Cult yang artinya praktek
peribadatan atau bisa juga berarti bid’ah.
Arti kata ‘culture’ dalam antropologi dapat diartikan sebagai praktek
ritual yakni suatu usaha trans yang
dilakukan oleh manusia; mencoba
untuk mencapai sesuatu diluar dirinya dan yang lebih tinggi dari dirinya
sendiri. Bisa disimpulkan bahwa ‘culture’ adalah usaha
manusia untuk berkomunikasi dengan sesuatu yang tertinggi (supranatural) dan
menghindari yang natural. Namun ‘culture’ juga bisa disebut sebagai
modus pemikiran/model berpikir manusia dalam berbahasa.
Mitos
hadir pada jaman Yunani ketika manusia belum bisa mencapai kemampuan berpikir.
Mereka menggunakan ‘logos’ (rasional dan ontologism teratur) menggunakan kata
dan prinsip keteraturan. Orang Yunani menemukan konsep culture di dalam logos. Konsep keteraturan yang ada dalam
mitologi menjadi dasar lahirnya filsafat. Karena filsafat mengambil ‘logos’ hal
rasionil dari mitologi. Kata logos sendiri dalam bahasa Yunani artinya adalah
‘kata’. Logos berusaha untuk mengatasi hal-hal yang chaos yang abstrak
dan hanya merupakan sebuah konsep pikiran.
Filsuf jaman Yunani berpikiran kalau mitologi bukanlah chaos melainkan
kosmos. Bisa dibilang bahwa dunia adalah suatu keteraturan, karena dunia disusun
oleh planet-planet yang memiliki keteraturan dalam tata surya.
Syarat
sesuatu menjadi culture adalah dengan adanya proses naming/pembahasaan. Naming
merupakan dasar dari filsafat budaya. Variabel (potensi menjadi) adanya culture
adalah penamaan atau pembahasaan. Bahasa yang merupakan suatu tatanan mental
untuk berkomunikasi juga berperan sebagai ekspresi inderawi dari manusia. Jika
sesuatu belum dibahasakan maka sesuatu itu belum eksis. Hal ini disebut
nominalisme; “Sesuatu dinamakan sesuatu karena dia disebut dengan sesuatu”.
Seorang disebut sudah bisa membentuk culture adalah ketika dia mampu untuk
menyusun kata-kata dan mentranslasi sesuatu yang nature menjadi culture.
Proses
naming merupakan suatu bentuk interpretasi. Naming sendiri dibagi menjadi dua
bagian ilmu lainnya.
- Semiotik, Berasal dari bahasa Greece ‘Semion” yang berarti tanda. Ilmu ini berusaha untuk membaca tanda-tanda.
2. Hermeneutika, Dalam hermeneutic
dilakukan banyak pemaknaan dan interpretasi.
Menurut
Ferdinand de Saussure hubungan stuktural bahasa bisa dilihat dari relasi yang
muncul dari penanda dan petanda yang dibuat oleh bahasa. Relasi ini pada
akhirnya diciptakan oleh manusia itu sendiri. Kenapa culture disebut dengan
proses mengabstraksi adalah karena setiap benda yang dibahasakan menjadi lebih
abstrak. Misalnya benda yang disebut spidol. Kata ‘spidol’ sebenarnya tidak
mengacu pada benda itu. Ada hal yang abstrak yang hadir ketika kita menamakan
sebuah benda. Menurut Marx, industrialisasi memunculkan culture karena dengan
industrialisasi menghadirkan interpretasi. Dalam industrialisasi yang menjadi
suprastuktur adalah culture dan yang menjadi infrastruktur adalah ekonomi dan
material.
Dalam
dunia filsafat, konsep culture hadir pada masa-masa filsafat manusia
berlangsung. Adalah Socrates yang mengemukakan pandangan “Know thy self” Kenali
dirimu! Saat itulah manusia membebaskan diri dari hal-hal yang nature dan
mencoba untuk melakukan proses immanence dengan mulai membangun konsep-konsep
culture. Saat seorang manusia megatasi ketidaktahuan dirinya akan dirinya
sendiri maka pada waktu itulah manusia akan melakukan translasi pada dirinya
sendiri. Tubuh manusia kemudian akan menjadi kumpulan dari logos-logos
(kata-kata) yang akhirnya menimbulkan thesis bahwa tubuh manusia adalah sebuah
teks. Culture juga merupakan translasi dari nature. Saat manusia tidak mampu
untuk mentranslasi sesuatu yang sifatnya masih nature maka manusia dengan
segala keterbatasannya sebagai manusia akan melakukan naming atau pembahasaan.
Maka seketika sesuatu itu akan berubah menjadi nature.
Setelah
thesis bahwa culture hanya bisa terbentuk dari sesuatu yang sudah dibahasakan
maka akan timbul satu pertanyaan besar. Apakah ada sesuatu yang berada di luar
bahasa? Jika ada apakah itu murni sebuah nature? Apakah hanya nature yang belum
menjadi culture?
Adapun
sesuatu yang berada di luar bahasa adalah: Insting. Ketika kita ingin
mengangkat benda yang jelas-jelas jauh lebih besar dan berat dari kita maka
insting kita akan langsung bekerja untuk menolak mengangkat benda tersebut.
Bahkan kita tidak perlu mengetahui berapa beratnya benda itu. Maka tanpa
ditranslasikan menjadi kata-kata yang berwujud suatu satuan massa kita sudah
bisa memberikan pandangan mengenai benda tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar