Keingintahuan
seseorang mengenai suatu kebenaran menimbulkan adanya gagasan. Ketika gagasan
diolah untuk menjelajah pemahaman yang lebih luas tetapi mendasar maka akan
menghasilkan suatu ilmu yang disebut dengan filsafat. Berkaitan dengan ilmu
pengetahuan filsafat ditujukan untuk pengembangan dan inovasi pengertian baru
yang dapat dijadikan landasan di dalam suatu masalah yang berhubungan. Dari hal
tersebut memberi pandangan bahwa berbagai ilmu lahir dari filsafat, sehingga
pengajaran mengenai filsafat sangat diperlukan.
Menurut kamus
besar Bahasa Indonesia (Depdikbud 1988), ilmu adalah suatu pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang
dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan)
tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya.
Sedangkan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang
ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat
bukannya mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah
hakikat dari suatu fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan
sesuatu adalah sesuatu itu. Filsafat adalah usaha untuk mengetahui segala
sesuatu.
Menurut Robert
Ackermann, filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat
ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat-pendapat terdahulu yang
telah dibuktikan. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat ilmu merupakan
telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang
ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata
lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan)
yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu, seperti obyek apa yang ditelaah
ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan
antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan?
(Landasan ontologis).
Filsafat pada
perinsipnya adalah induk semua ilmu. Pada awalnya, Cakupan obyek filsafat
memang jauh lebih luas dibandingkan dengan ilmu. Keterbatasan ilmu hanya pada
obyek kajian yang bersifat empiris saja, sementara obyek kajian filsafat
mencakupi seluruhnya yaitu baik yang bersifat empiris maupun yang bersifat
non-empiris. Dalam perjalanan selanjutnya, ilmu semakin berkembang dengan
pesatnya sehingga ilmu itu sudah terlepas dari induknya dan menyebabkan
tindakan ilmu semakin liar, arogan dan kompartementalisasi antara satu bidang
ilmu dengan bidang ilmu lainnya. Dengan kondisi seperti itu, diperlukan
pemersatu visi keilmuan dari berbagai disiplin ilmu. Filsafat sebagai induk
ilmu pengetahuan diharapkan dapat berperan kembali sebagaimana fungsinya untuk
mengayomi semua bidang ilmu agar dapat berjalan pada jalurnya yaitu ilmu untuk
kemaslahatan manusia.
Dengan
mempelajari filsafat ilmu, maka kita akan mengetahui dan sekaligus akan
menyadari bahwa pada hakekatnya ilmu itu tidak bersifat statis (tetap) namun
dinamis seirama dengan perkembangan akal dan budi. Sesuatu yang dulunya
dianggap sebagai ilmu yang dianutnya tetapi pada masa tertentu akan basi dan
ditinggalkan karena sudah tidak sesuai dengan zaman. Disinilah perlunya kita
selalu berusaha untuk mengembangkan dan sekaligus memperbaharui ilmu. Kita menyadari
bahwa untuk memahami hakekat suatu kejadian atau hukum-hukum kausalitas itu
tidak cukup hanya mengandal sumber daya indrawi semata (seperti dengan mata,
pendengaran, penciuman, dan perasa) saja akan tetapi perlu perenungan yang
sangat mendalam dengan menggunakan akal, budi dan hati (jiwa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar